Thursday 8 May 2014

Learning Legal Studies

the efforts of non- penal in criminal lawPerhaps in this case is still considered taboo because no one in the criminal law recognize the term or terms of peace deliberations , but I lifted this title background by my experience of non penal skipsi efforts in the resolution of criminal cases that particularly in the case of oil palm fruit theft , specifically I raised the issue briefly unsettled in the Aceh region .okay I'll discuss in the background first.A. BackgroundThe development of a society that is so fast as a result of development and implementation process in all fields of social life , politics , economy , security and culture in addition to a positive impact , also has a negative impact by increasing the quality and quantity of various kinds of crimes that are so damaging and disturbing the public , other than that evil is a form of deviant behavior .
       
Conditions offenders can often be influenced by the level of the economy , education and weak faith so easily commit a crime . Real conditions that exist today , the perpetrators of the crime is rampant , in this case can be considered as the so-called labeling approach the symptoms of crime as a result of social processes that take place in society , crime is a human behavior that is created by some members of the community who have power and authority . This means that crime is a " cap " that is given to a particular behavior . [ 1 ]The state of a people living in a very rural jobs so hard will therefore people tend to do social deviations , as well as immense economic influence to people's lives , because if the weak economy may perform acts that violate the law or commit an act the expense of others , in order to meet their needs . Economic problems as stated above may result in the community such as unlawful acts committed the crime of theft due to weak economic factors and inadequate job opportunities . Hence it happens deviant behavior of the society is to perform a criminal act of theft .
      
The crime of theft is a crime heredider ( innate, inheritance ) , but not also the biological heritage . Criminal behavior that can be done by anyone , both women and men , can take place at the age of child , adult or elderly . Modern society many foster high aspirations and are often accompanied by social ambitions unhealthy . Expectations abundant fulfillment of material needs but does not have the ability to achieve the fair , encouraging the individual to commit a crime . [ 2 ]
      
In the narrow sense of the crime of theft is the act of taking the property of another without permission or illegally . Theft can also be defined as the act of taking an object that is not right with the result of people who have these objects feel aggrieved . Under article 362 the Code of Penal ( Penal Code ) which can be imposed on the threat of criminal theft of the relative weight of high - setingginya 5 ( five ) years can be exacerbated even further to 7 ( seven ) years if the act is done with one of the elements contained in Section 363 the Code of Penal ( Penal Code ) .Based on these data it can be seen that the number of palm oil theft is not declining , but in case of capture by the growers of the village will seek the path of any non penal although not all theft cases settled out of court ( non- penal ) . According to the village head Alim grooves that of many cases of theft solved palm deliberation and consensus with growersSettlement initiative was settled out of court instead of both sides of both the grower and the community / village officials . The completion of the criminal case through the efforts of non penal criminal law is a waiver form . In criminal law , the crime of theft is expressly stipulated that people who make mistakes should be punished .Actually , the plantation companies have been doing a lot of remedy through the courts ( penal ) , but these efforts are less effective that other alternatives are pursued efforts of court settlement . Non penal efforts more effective , because it does not burden the people and reflect cultural values ​​and local customs . But the rule of law regarding non penal settlement is still not clear settings.In the context of Aceh province , out of court settlement has been stipulated in the provisions of Qanun 5 of 2003 on the Village Government , namely justice at the village level and habitation . This is intended as a judicial deliberation or customary , known as the judiciary . The customary justice have long existed , but not completely run optimally and some people still use it to handle problems that occur between people . The justice of peace still felt the need to be preserved and made ​​effective , as seen from its philosophy is in accordance with the sense of justice of the community and can provide better benefits for people, especially for those who are in dispute . It is interesting to study is a good non penal settlement process from the beginning until the judicial decision and the implementation of its decisions .
[ 1 ] Yul Yuliana , Buffalo Theft Crime Aid Society ,[ 2 ] Kartini Kartono , Social Pathology , CV . Rajawali , Jakarta , 1992 , p . 140 .

mengenai upaya non penal dalam hukum pidana

Mungkin dalam hal ini masih dianggap tabu karena didalam hukum pidana tidak ada mengenal istilah perdamaian atau istilah musyawarah , namun saya menangkat judul ini dilatar belakangi oleh pengalaman saya tentang skipsi upaya non penal dalam penyelesaian kasus pidana yaitu khususnya dalam kasus pencurian buah kelapa sawit, secara khusus saya mengangkat masalah yang terjasi di daerah aceh.
oke saya akan membahas secara latar belakangnya dahulu.
A.    Latar Belakang
Perkembangan kehidupan masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil dan proses pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan dan budaya selain membawa dampak positif, juga telah membawa dampak negatif berupa peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai macam kejahatan yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, selain itu kejahatan merupakan bentuk suatu perilaku yang menyimpang.
       Kondisi pelaku kejahatan sering kali dapat dipengaruhi oleh tingkat perekonomian, pendidikan serta iman yang lemah sehingga dengan mudah melakukan kejahatan. Kondisi nyata yang ada sekarang ini, para pelaku kejahatan semakin merajalela, dalam hal ini dapat dikatakan sebagai apa yang dinamakan labeling approach yaitu gejala kejahatan sebagai akibat dari proses-proses sosial yang terjadi dalam masyarakat, kejahatan merupakan suatu kelakuan manusia yang diciptakan oleh sebagian warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang. Ini berarti kejahatan merupakan suatu “cap” yang diberikan terhadap perilaku tertentu. [1]
Keadaan  suatu masyarakat yang tinggal di sebuah pedesaan sangat begitu sulit akan lapangan pekerjaan oleh karena itu masyarakat cenderung melakukan penyimpangan-penyimpangan sosial, Serta pengaruh ekonomi sangat besar sekali bagi kehidupan masyarakat, karena apabila ekonomi lemah orang dapat melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau melakukan suatu perbuatan yang merugikan orang lain, demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Permasalah ekonomi seperti dikatakan diatas bisa mengakibatkan masyarakat melakukan tindakan melanggar hukum seperti melakukan tindak pidana pencurian dikarenakan faktor ekonomi yang lemah serta lapangan pekerjaan yang tidak memadai. Oleh karena itu maka terjadilah penyimpangan perilaku dari masyarakat tersebut yaitu dengan melakukan tindak pidana pencurian.
      Tindak pidana pencurian adalah delik heredider (bawaan sejak lahir, warisan), namun bukan juga merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria, dapat berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut usia. Masyarakat modern banyak menumbuhkan aspirasi-aspirasi tinggi dan sering disertai oleh ambisi-ambisi sosial yang tidak sehat. Harapan pemenuhan kebutuhan materiil yang melimpah tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mencapainya dengan wajar, mendorong individu itu untuk melakukan tindakan kriminal.[2]
      Dalam arti sempit tindak pidana pencurian adalah perbuatan mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah. Pencurian dapat juga didefenisikan sebagai perbuatan mengambil suatu benda yang bukan haknya yang berakibat orang yang memiliki benda tersebut merasa dirugikan. Berdasarkan Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ancaman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pencurian relatif  berat yaitu setinggi-setingginya 5 (lima) tahun bahkan dapat diperberat lagi menjadi 7 (tujuh) tahun jika perbuatan itu dilakukan dengan salah satu unsur yang terdapat dalam Pasal 363 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa  angka pencurian kelapa sawit tidak mengalami penurunan, namun apabila terjadi penangkapan oleh pihak perkebunan maka dari pihak kampong akan mengupayakan jalur non penal walaupun dari setiap kasus pencurian tidak semuanya diselesaikan di luar pengadilan (non penal). Menurut kepala desa Alur Alim bahwa dari sekian banyak kasus pencurian kelapa sawit diselesaikan secara musyawarah dan mufakat dengan pihak perkebunan
Inisiatif penyelesaian perkara ini diselesaikan di luar pengadilan justru dari kedua belah pihak baik dari pihak perkebunan maupun masyarakat/aparatur desa. Penyelesaian perkara pidana melalui upaya non penal adalah bentuk pengenyampingan hukum pidana. Dalam hukum pidana, tindak pidana pencurian secara tegas diatur bahwa orang yang melakukan kesalahan harus mendapatkan hukuman.
Sebenarnya, pihak perusahaan Perkebunan  sudah banyak melakukan upaya penyelesaian yang melalui pengadilan (penal), namun upaya ini kurang efektif sehingga ditempuh upaya alternatif lain yaitu penyelesaian di luar pengadilan. Upaya non penal dinilai lebih efektif, karena tidak memberatkan masyarakat dan mencermin nilai-nilai budaya serta adat istiadat setempat. Namun aturan hukum mengenai penyelesaian non penal masih belum begitu jelas pengaturannya.
Dalam konteks daerah propinsi Aceh, penyelesaian di luar pengadilan sudah diatur dalam ketentuan Qanun No.5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong, yaitu peradilan pada tingkat gampong dan mukim. Peradilan ini dimaksudkan sebagai musyawarah atau pun yang dikenal dengan peradilan adat. Peradilan adat ini sudah lama ada, namun tidak sepenuhnya berjalan secara optimal dan sebagian masyarakat masih  memanfaatkannya untuk menangani persoalan yang terjadi antar masyarakat. Peradilan perdamaian tersebut masih dirasakan perlu untuk dilestarikan dan diefektifkan, karena dilihat dari filosofinya sangat sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan bisa memberikan manfaat yang lebih baik bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang bersengketa. Hal yang menarik untuk diteliti adalah proses penyelesaian non penal baik dari awal peradilan hingga putusan serta pelaksanaan putusannya.


[1] Yul Yuliana, Tindak Pidana Pencurian Kerbau Bantuan Masyarakat, 
[2] Kartini Kartono, Patologi Sosial,  CV. Rajawali, Jakarta, 1992, hlm. 140.