the efforts of non- penal in criminal lawPerhaps
in this case is still considered taboo because no one in the criminal
law recognize the term or terms of peace deliberations , but I lifted
this title background by my experience of non penal skipsi efforts in
the resolution of criminal cases that particularly in the case of oil
palm fruit theft , specifically I raised the issue briefly unsettled in the Aceh region .okay I'll discuss in the background first.A. BackgroundThe
development of a society that is so fast as a result of development and
implementation process in all fields of social life , politics ,
economy , security and culture in addition to a positive impact , also
has a negative impact by increasing the quality and quantity of various
kinds of crimes that are so damaging and disturbing the public , other than that evil is a form of deviant behavior .
Conditions offenders can often be influenced by the level of the economy , education and weak faith so easily commit a crime . Real
conditions that exist today , the perpetrators of the crime is rampant ,
in this case can be considered as the so-called labeling approach the
symptoms of crime as a result of social processes that take place in
society , crime is a human behavior that is created by some members of
the community who have power and authority . This means that crime is a " cap " that is given to a particular behavior . [ 1 ]The
state of a people living in a very rural jobs so hard will therefore
people tend to do social deviations , as well as immense economic
influence to people's lives , because if the weak economy may perform
acts that violate the law or commit an act the expense of others , in order to meet their needs . Economic
problems as stated above may result in the community such as unlawful
acts committed the crime of theft due to weak economic factors and
inadequate job opportunities . Hence it happens deviant behavior of the society is to perform a criminal act of theft .
The crime of theft is a crime heredider ( innate, inheritance ) , but not also the biological heritage . Criminal behavior that can be done by anyone , both women and men , can take place at the age of child , adult or elderly . Modern society many foster high aspirations and are often accompanied by social ambitions unhealthy . Expectations abundant fulfillment of material needs but does not
have the ability to achieve the fair , encouraging the individual to
commit a crime . [ 2 ]
In the narrow sense of the crime of theft is the act of taking the property of another without permission or illegally . Theft
can also be defined as the act of taking an object that is not right
with the result of people who have these objects feel aggrieved . Under
article 362 the Code of Penal ( Penal Code ) which can be imposed on
the threat of criminal theft of the relative weight of high -
setingginya 5 ( five ) years can be exacerbated even further to 7 (
seven ) years if the act is done with one of the elements contained in Section 363 the Code of Penal ( Penal Code ) .Based
on these data it can be seen that the number of palm oil theft is not
declining , but in case of capture by the growers of the village will
seek the path of any non penal although not all theft cases settled out
of court ( non- penal ) . According to the village head Alim grooves that of many cases of theft solved palm deliberation and consensus with growersSettlement initiative was settled out of court instead of both sides of both the grower and the community / village officials . The completion of the criminal case through the efforts of non penal criminal law is a waiver form . In criminal law , the crime of theft is expressly stipulated that people who make mistakes should be punished .Actually
, the plantation companies have been doing a lot of remedy through the
courts ( penal ) , but these efforts are less effective that other
alternatives are pursued efforts of court settlement . Non penal efforts more effective , because it does not burden the people and reflect cultural values and local customs . But the rule of law regarding non penal settlement is still not clear settings.In
the context of Aceh province , out of court settlement has been
stipulated in the provisions of Qanun 5 of 2003 on the Village
Government , namely justice at the village level and habitation . This is intended as a judicial deliberation or customary , known as the judiciary . The
customary justice have long existed , but not completely run optimally
and some people still use it to handle problems that occur between
people . The
justice of peace still felt the need to be preserved and made
effective , as seen from its philosophy is in accordance with the
sense of justice of the community and can provide better benefits for
people, especially for those who are in dispute . It is interesting to study is a good non penal settlement process from
the beginning until the judicial decision and the implementation of its
decisions .
[ 1 ] Yul Yuliana , Buffalo Theft Crime Aid Society ,[ 2 ] Kartini Kartono , Social Pathology , CV . Rajawali , Jakarta , 1992 , p . 140 .
Thursday 8 May 2014
mengenai upaya non penal dalam hukum pidana
Mungkin dalam hal ini masih dianggap tabu karena didalam hukum pidana tidak ada mengenal istilah perdamaian atau istilah musyawarah , namun saya menangkat judul ini dilatar belakangi oleh pengalaman saya tentang skipsi upaya non penal dalam penyelesaian kasus pidana yaitu khususnya dalam kasus pencurian buah kelapa sawit, secara khusus saya mengangkat masalah yang terjasi di daerah aceh.
oke saya akan membahas secara latar belakangnya dahulu.
A. Latar
Belakang
Perkembangan
kehidupan masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil dan proses pelaksanaan
pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan dan
budaya selain membawa dampak positif, juga telah membawa dampak negatif berupa
peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai macam kejahatan yang sangat
merugikan dan meresahkan masyarakat, selain itu kejahatan merupakan bentuk
suatu perilaku yang menyimpang.
Kondisi pelaku kejahatan sering kali dapat
dipengaruhi oleh tingkat perekonomian, pendidikan serta iman yang lemah
sehingga dengan mudah melakukan kejahatan. Kondisi nyata yang ada sekarang ini,
para pelaku kejahatan semakin merajalela, dalam hal ini dapat dikatakan sebagai
apa yang dinamakan labeling approach yaitu
gejala kejahatan sebagai akibat dari proses-proses sosial yang terjadi dalam
masyarakat, kejahatan merupakan suatu kelakuan manusia yang diciptakan oleh
sebagian warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang. Ini berarti
kejahatan merupakan suatu “cap” yang diberikan terhadap perilaku tertentu.
[1]
Keadaan suatu masyarakat yang tinggal di sebuah
pedesaan sangat begitu sulit akan lapangan pekerjaan oleh karena itu masyarakat
cenderung melakukan penyimpangan-penyimpangan sosial, Serta pengaruh ekonomi
sangat besar sekali bagi kehidupan masyarakat, karena apabila ekonomi lemah
orang dapat melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau melakukan suatu
perbuatan yang merugikan orang lain, demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Permasalah ekonomi seperti dikatakan diatas bisa mengakibatkan masyarakat
melakukan tindakan melanggar hukum seperti melakukan tindak pidana pencurian
dikarenakan faktor ekonomi yang lemah serta lapangan pekerjaan yang tidak
memadai. Oleh karena itu maka terjadilah penyimpangan perilaku dari masyarakat
tersebut yaitu dengan melakukan tindak pidana pencurian.
Tindak pidana pencurian adalah
delik heredider (bawaan sejak lahir,
warisan), namun bukan juga merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminal
itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria, dapat
berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut usia. Masyarakat modern
banyak menumbuhkan aspirasi-aspirasi tinggi dan sering disertai oleh
ambisi-ambisi sosial yang tidak sehat. Harapan pemenuhan kebutuhan materiil
yang melimpah tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mencapainya dengan wajar,
mendorong individu itu untuk melakukan tindakan kriminal.[2]
Dalam
arti sempit tindak pidana pencurian adalah perbuatan mengambil milik orang lain
tanpa izin atau dengan tidak sah. Pencurian dapat juga didefenisikan sebagai
perbuatan mengambil suatu benda yang bukan haknya yang berakibat orang yang
memiliki benda tersebut merasa dirugikan. Berdasarkan Pasal 362 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ancaman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku
tindak pidana pencurian relatif berat
yaitu setinggi-setingginya 5 (lima) tahun bahkan dapat diperberat lagi menjadi
7 (tujuh) tahun jika perbuatan itu dilakukan dengan salah satu unsur yang
terdapat dalam Pasal 363 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Berdasarkan data tersebut
dapat dilihat bahwa angka pencurian kelapa sawit tidak mengalami
penurunan, namun apabila terjadi penangkapan oleh pihak perkebunan maka dari
pihak kampong akan mengupayakan jalur non penal walaupun dari setiap kasus
pencurian tidak semuanya diselesaikan di luar pengadilan (non penal). Menurut kepala desa Alur Alim bahwa dari sekian banyak
kasus pencurian kelapa sawit diselesaikan secara musyawarah dan mufakat dengan
pihak perkebunan
Inisiatif penyelesaian
perkara ini diselesaikan di luar pengadilan justru dari kedua belah pihak baik
dari pihak perkebunan maupun masyarakat/aparatur desa. Penyelesaian perkara
pidana melalui upaya non penal adalah bentuk pengenyampingan hukum pidana.
Dalam hukum pidana, tindak pidana pencurian secara tegas diatur bahwa orang
yang melakukan kesalahan harus mendapatkan hukuman.
Sebenarnya, pihak
perusahaan Perkebunan sudah banyak melakukan upaya penyelesaian
yang melalui pengadilan (penal),
namun upaya ini kurang efektif sehingga ditempuh upaya alternatif lain yaitu
penyelesaian di luar pengadilan. Upaya non penal dinilai lebih efektif, karena
tidak memberatkan masyarakat dan mencermin nilai-nilai budaya serta adat
istiadat setempat. Namun aturan hukum mengenai penyelesaian non penal masih
belum begitu jelas pengaturannya.
Dalam konteks daerah propinsi
Aceh, penyelesaian di luar pengadilan sudah diatur dalam ketentuan Qanun No.5 Tahun
2003 tentang Pemerintahan Gampong, yaitu peradilan pada tingkat gampong dan
mukim. Peradilan ini dimaksudkan sebagai musyawarah atau pun yang dikenal
dengan peradilan adat. Peradilan adat ini sudah lama ada, namun tidak sepenuhnya
berjalan secara optimal dan sebagian masyarakat masih memanfaatkannya untuk menangani persoalan yang
terjadi antar masyarakat. Peradilan perdamaian tersebut masih dirasakan perlu
untuk dilestarikan dan diefektifkan, karena dilihat dari filosofinya sangat
sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan bisa memberikan manfaat yang lebih baik
bagi masyarakat khususnya bagi mereka yang bersengketa. Hal yang menarik untuk
diteliti adalah proses penyelesaian non penal baik dari awal peradilan hingga
putusan serta pelaksanaan putusannya.
[1] Yul Yuliana, Tindak Pidana
Pencurian Kerbau Bantuan Masyarakat,
[2] Kartini Kartono, Patologi Sosial, CV. Rajawali, Jakarta, 1992, hlm. 140.
Subscribe to:
Posts (Atom)